
Catatan Buntje Harbunangin
Narsis. Kita pasti sudah akrab dengan istilah itu. Saking akrabnya, dengan ringan istilah itu kita tujukan pada banyak orang. Terutama pada mereka yang sering memamerkan wajahnya, tampilan berpakaian atau terlalu suka bicara tentang dirinya. Benarkah mereka itu narsis? Ataukah kata narsis sama nasibnya seperti kata healing yang makin meleset dari arti sebenarnya? Healing yang artinya menyembuhkan luka psikologis malah disamakan dengan rekreasi.
Narsis ternyata konsep yang terlalu serius untuk dituduhkan pada orang lain.
Kita bahas.
Narsis itu serius. Ia adalah gejala patologis atau gangguang kejiwaan. Narsis beda dengan “self-love”. Kita makan, minum, mandi, berpakaian dengan baik, bicara tentang diri sendiri saat diperlukan adalah cara kita mencintai diri kita. Tujuannya agar kita bisa “survive” dan bisa adaptasi dengan lingkungan. Mencintai diri sendiri tidak salah.
Jadi narsis itu apa? Kenberg, seorang psikoanalis, menggambarkan seorang narsis adalah mereka yang punya ambisi berlebih, mengagungkan dirinya, sangat butuh dan tergantung pada pujian serta kekaguman dari orang lain, bahkan bisa bersikap sangat kasar, manipulatif dan mengorbankan orang lain.
Tapi sampai disitu, Kenberg hanya berhasil mengidentifikasi gejala narsis. Pertanyaannya, kenapa gejala itu muncul?
Alexander Lowen, psikiater punya jawabannya. Menurutnya, narsis muncul karena seseorang “denial of feeling”, menolak perasaannya. Perasaan apa yang ditolak? Ternyata semua perasaan yang berlawanan dengan, citra dirinya.
Memang, kalau kita cermati, dalam mitologi Yunani, Narcisus itu jatuh cinta pada bayangan dirinya di permukaan air kolam. Yang ia cintai adalah “bayangannya” dan bukan “dirinya”. Itulah yang terjadi pada seorang narsis. Ia punya bayangan diri yang tidak sesuai dengan dirinya. Dan ia merasa bahwa dirinya adalah seperti yang ia bayangkan. Semua perasaan yang berlawanan dengan bayangan itu, akan ia tolak. Itulah narsis.
Kata kunci dari gejala narsis adalah “grandiose”, keagungan. Lowen lalu membuat lima tipe narsis berdasarkan spektrum sebesar apa rasa keagungan tersebut?
Pertama, Phallic-Narcistic Character
Kedua, Narcistic Character
Ketiga, Borderline Personality
Keempat, Psychopathic Personality
Kelima, Paranoid Personality
Sementara kita bahas tipe pertama dulu: Phallic-Narcistic Character
Ini adalah tipe narsis paling ringan dan prognosanya baik. Masih bisa diperbaiki.
Gejala paling jelas adalah perasaan bahwa dirinya menarik secara seksual. Suka merayu baik secara terang-terangan atau tersamar. Sangat peduli dan percaya diri akan penampilannya. Arogan. Tangguh. Kesetiaannya diragukan alias mudah berselingkuh. Fantasinya adalah bila ia berjalan maka para perempuan akan memandangnya dengan kagum, bola mata mereka membulat, terpesona sedangkan sesama lelaki akan memandangnya dengan iri.
Phalic itu berasal dari kata Phalus, kelamin laki-laki atau lingga. Jadi tipe ini ditujukan buat para lelaki. Lantas bagaimana dengan kaum perempuan? Demi keadilan mestinya ada kan? Nah, Lowen memberi istilah untuk tipe ini pada perempuan sebagai Hysterical Character Personality.
Gejalanya sama saja dengan Phallic-Narcistic. Percaya diri. Merasa sangat dikagumi para lelaki. Kadang arogan,berkarakter kuat atau tangguh, pandai merayu dan mengukur tinggi rendah dirinya dari “sexual appeal based on her feminine charms”.
Hysterian berasal dari bahasa Yunani, “hysteria” atau “womb”. Karena itu perbedaan dengan phallic narcistic adalah dari cara pendekatannya. Mereka, Hysterical ini akan tampil lebih lunak seperti halnya womb lebih lunak daripada phalus.
Apabila mereka, para perempuan itu menampilkan gejala yang sama kerasnya seperti para lelaki phallic narcistic maka mereka tergolong pada tipe kedua yaitu Narcistic Character. Tipe yang akan kita bahas di catatan berikutnya.
Salam (BH)
