Ditulis oleh: Fajar Nurisa Khoirini & Anissa Rizky Andriany
Hai sobat psikologi dimanapun kalian berada! Bagaimana kabarnya? Ada yang pernah dengar atau baca apa itu pendekatan REBT? Daripada penasaran, yuk kita simak apa itu pendekatan REBT dan hakikat manusia berdasarkan pendekatan ini.
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
Rational Emotive Behavior Therapy atau yang biasa disingkat dan dikenal dengan REBT merupakan pendekatan yang diciptakan dan dikembangkan oleh tokoh psikolog klinis yang bernama Albert Ellis pada tahun 1950-an. Pada awalnya REBT ini disebut sebagai rational therapy dan rational emotive therapy. Albert Elis menggunakan psikoanalisis serta person-centered therapy ketika melangsungkan psikoterapi, namun dirinya merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis pola perilaku beserta persepsi mereka. Hal inilah yang mendorong Albert Ellis untuk melakukan pengembangan pendekatan rational emotive ketika melangsungkan psikoterapi yang sebelumnya diyakini lebih efektif dan efisien. Albert Ellis kemudian mengembangkan dan memodifikasi pendekatan A-B-C menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang bertujuan untuk memahami kepribadian dan mengubah kepribadian secara efektif. Sekitar Tahun 1990 Albert Ellis mengganti nama pendekatan tersebut menjadi pendekatan REBT atau Rational emotive Behavior Therapy. Inti dari pendekatan REBT ini adalah Pendekatan REBT untuk mengubah pandangan dan keyakinan irasional klien menjadi rasional serta membantu mengubah sikap, cara berpikir dan persepsi. Oleh karena itu, klien diharapkan mampu mengembangkan dan mencapai realisasi diri secara optimal (Hapsyah, Handayani, Marjo, & Hanim, 2019).
Hakikat Manusia Berdasarkan Pendekatan REBT
Hakikat manusia menurut pendekatan REBT dalam buku yang berjudul Psikologi Konseling karya Drs. H. Makmum Khairani, M.Pd., Psikolog tahun 2014. Manusia dipandang sebagai individu yang didominasi oleh sistem berpikir dan perasaannya. Kedua hal tersebut memiliki kaitan dengan sistem psikis pada individu. Keberfungsian atau tidaknya individu secara psikologis ditentukan oleh pikiran, perasaan serta pola perilakunya. Ketiga aspek ini saling bekaitan karena memiliki sifat saling memengaruhi. Secara khusus asumsi pendekatan REBT ini pada individu yakni memiliki karakteristik:
- Individu memiliki dua potensi yang bersifat unik yakni berpikir rasional dan irasional.
- Pikiran yang bersifat rasional didapat melalui proses belajar, sedangkan pemikiran irrasional diadapat dari orang tua dan budayanya.
- Manusia merupakan makhluk verbal, dapat berpikir melalui simbol dan bahasa. Oleh karenanya, gangguan emosional yang dialami individu berasal dari verbalisasi ide dan pemikiran irrasional.
- Self verbalising yang terus-menerus emosional disebabkan oleh verbalisasi dan persepsi atau serta sikap terhadap kejadian yang merupakan akar permasalahan, bukan atas kejadian itu sendiri.
- Individu memiliki potensi mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
- Pikiran dan perasaan yang negatif bisa diminimalisir melalui pengorganisasioan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional.
Secara dialektik, menurut pendekatan REBT ini berasumsi bahwa berpikir logis itu tidaklah mudah, banyak individu yang ahli berpikir namun tidak logis. Contoh dari berpikir namun tidak logis yang bisanya terdapat pada individu adalah:
- Saya harus sempurna
- Saya baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali!
- Ini adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya tidak berguna.
Pendekatan REBT juga berasumsi secara dialektik. Terdapat dua nilai eksplisit yang dipegang individu namun sering tidak diverbalkan, yakni nilai untuk bertahan hidup atau survival dan nilai kesenangan atau enjoyment. Dua nilai ini dipegang individu agar bisa bertahan hidup lebih panjang, mengurangi tingkat stres emosional serta tingkah laku yang bisa merusak diri, juga sebagai wujud aktualisasi diri agar individu bisa hidup bahagia.
Daftar Pustaka
- Hapsyah, D. R., Handayani, R., Marjo, H. K., & Hanim, W. (2019). Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Rational Emotive Behavior Theraphy (Rebt) Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar. Jurnal Selaras: Kajian Bimbingan Dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan, 2(1), 23-33.
- Khairani, Makmum. (2014). Psikolog Konseling. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo.