
Budaya Keselamatan dan Iklim Keselamatan dalam Mendukung Keselamatan Penerbangan. Bencana besar pembangkit tenaga nuklir Chernobyl tahun 1986 telah menunjukan kepada masyarakat luas betapa pentingnya kontribusi iklim kerja dan praktik manajemen terhadap kegagalan sistem. Bencana ini memberikan konsekuensi meningkatnya perhatian para ahli keselamatan kerja terhadap pentingnya peran lingkungan ke manajemen sebagai faktor penentu keselamatan di tempat kerja (Neal & Griffin, 2006).
Masalah budaya, termasuk budaya kerja, budaya organisasi, dan budaya keselamatan menjadi fokus dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan yang sejenis.
Bila pada dekade 1980an upaya mengurangi dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja terutama difokuskan pada masalah teknis dan manajemen keselamatan, maka dalam perkembangan kemudian, ada perspektif baru bahwa dalam upaya pencegahan kecelakaan.
Secara factual “akar penyebab kecelakaan melibatkan lebih dari sekadar kegagalan teknis atau manusia”. Ada faktor organisasidan budaya yang mendasari terjadinya bencana dalam industri teknologi tinggi.
Beberapa laporan penelitian mengungkapkan bahwa faktor organisasi dan budaya cukup berpengaruh terhadap munculnya perilakukerja tidak aman.
Keselamatan Penerbangan menurut Pakar Psikolog.
James Reason (1990) seorang psikolog yang terkenal dalam berbagai penelitiannya tentang keselamatan khususnya di lingkungan penerbangan, menjelaskan model pendekatan sistem dalam mengamati penyebab kecelakaan.
Menurutnya, kecelakaan dapat terjadi karena adanya perilaku tidak aman (unsafe behavior) yang muncul di tingkat individu, tim, tugas/pekerjaan, tempat kerja dan sistem institusi organisasi secara keseluruhan (Reason, 2000).
Perilaku tidak aman ini dapat terjadi dari berbagai sebab, bisa karena faktor fisik, kognitif, sosial, dan organisasional.
Terdapat dua bentuk tindakan tidak aman (unsafe act) dilihat dari penyebabnya.
- Disebut error (kesalahan) bila terjadi karena sebab-sebab psikologis atau mekanisme psikofisiologis, seperti lupa, kurang konsentrasi, disorientasi ruang, distraksi perhatian, dsb.
- Disebut violation (pelanggaran) bila tindakan tidak aman dalam bentuk pelanggaran atau menyimpang dari aturan atau prosedur. Pelanggaran ini dipercaya merupakan hasil dariaspek sikap, sosial, danorganisasi.
Dapat dikatakan bahwa tindakan tidak aman dalam bentuk pelanggaan dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial-psikologis, seperti sikap, keyakinan, norma, dan praktik-praktik organisasi yang kesemuanya terkait dengan budaya keselamatan.
Pendekatan sistem dalam suatu sistem yang kompleks harus tetap memandang kedudukan komponen manusia setara dengan komponen organisasi lainnya di mana perilaku tidak aman itu terjadi. Kegagalan suatu industri sebagai sistem memerlukan pemahaman terhadap beberapa faktor, komponen, dan kejadian yang saling berhubungan dalam suatu perangkat sistem yang kompleks.
Termasuk di sini sub-sistem manusia yang menyangkut peran kognitif, sosial, dan organisasi. Adanya andil faktor organisasional menunjukan pentingnya konteks peran budaya organisasi pada kejadian suatu kecelakaan.
Dalam konteks budaya inilah iklim keselamatan menjadi perhatian dan penting diungkap sejauhmana kontribusinya terhadap terjadinya insiden dan kecelakaan penerbangan.
Budaya Keselamatan Penerbangan.
Budaya keselamatan mencerminkan nilai-nilai fundamental, norma, asumsi dan harapan, yang berada dalam budaya masyarakat.
Dalam diri penerbang terdapat tiga budaya yang melekat di dirinya, yaitu;
- budaya nasional,
- budaya profesional,
- budaya organisasi.
Yang kesemuanya bekerja saling berinteraksi membentuk sikap dan mengarahkan tindakannya untuk membangun keselamatan penerbangan. Ketiga budaya tersebut berinteraksi di dalam cockpitsebagai ruang kerja penerbang mengingat pengaruhnya terhadap perilaku dan aktivitas penerbang ketika bekerja.
Selain itu, terkait dengan budaya keselamatan, terdapat tiga komponen utama di dalamnya, yaitu;
- Komponen psikologis.
- Komponen situasi.
- Komponen perilaku.
Komponen situasi menyangkut struktur organisasi, misalnya; kebijakan, prosedur kerja, sistem manajemen. Komponen perilaku mencakup kinerja (performance), termasuk perilaku keselamatan dan perilaku tidak aman.
Sedangkan komponen psikologis berhubungan dengan iklim keselamatan (safety climate) yang menyangkut norma, nilai-nilai, persepsi dan sikap terhadap keselamatan.
Terkait dengan iklim keselamatan, maka selanjutnya akan diulas pengertian dan faktor-faktor yang meliputinya.
Iklim Keselamatan Penerbangan.
Memang ada perdebatan dalam literatur mengenai penggunaan istilah ”budaya” dan “iklim”.
Apakah istilah tersebut mewakili pengertian yang sama atau berbeda konsep, namun konsensus pada umumnya mengungkapkan bahwabudaya berlangsung lebih stabil dan abadi dalam organisasi yang dianalogikan sebagai ”kepribadian”, sedangkan iklim identik dengan “suasana hati” dan bersifat temporer.
Iklim dianggap sebagai manifestasi dari budaya yang tampil, lebih terlihat atau tampak. Iklim dapat diamati seperti ”suasana hati”. Oleh karena itu, iklim keselamatan dapat dilihat sebagai indikator dari budaya keselamatan suatu organisasi yang diamati oleh anggota/karyawan dalam suatu waktu tertentu.
Seperti telah disinggung sebelumnya, iklim keselamatan ini menggambarkan persepsi individu, sikap, dan keyakinan tentang risiko dan keselamatan. Dapat dikatakan bahwa iklim keselamatan merupakan ”snapshot” dari manifestasi “saat sekarang” tentang budaya keselamatan dalam organisasi.
Iklim keselamatan adalah bentuk spesifik dari “atmosphere” organisasi yang merupakan persepsi individu tentang pentingnya keselamatan dalam lingkungan tokoh kerja.
Secara lebih spesifik, beberapa tokoh mengartikan iklim keselamatan sebagai “persepsi individu terhadap kebijakan, prosedur dan praktek yang berkaitan dengan keselamatan di tempat kerja”.
Sedangkan, iklim keselamatan kelompok merupakan persepsi kelompok secara keseluruhan. Dalam hal ini peneliti dapat mengoperasionalkan iklim keselamatan kelompok dengan menggabungkan (aggregate) persepsi individu untuk tingkat kelompok, dengan model konsensus langsung (direct consensus model).
Dalam hal ini, persepsi terhadap iklim keselamatan merupakan anteseden perilaku keselamatan.
Uraian di atas menggambarkan bahwa aspek keselamatan dari peranindividu berkaitan dengan persepsi individu terhadap lingkungan kerja atau organisasi yang diwakili oleh iklim keselamatan.
Dapat disimpulkan bahwa iklim keselamatan merupakan indikator dari budaya keselamatan untuk suatu waktu tertentu yang menggambarkan persepsi individu terhadap lingkungan kerjayang berkaitan dengan keselamatan.
Iklim Keselamatan Penerbangan dan Perilaku Tidak Aman.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, secara teoretik tindakan tidak aman dalam bentuk pelanggaran erat kaitannya dengan iklim keselamatan sebagai representasi budaya keselamatan (Alper & Karsh, 2009).
Meninjau iklim keselamatan sebagai representasi dari budaya keselamatan maka tidaklah mungkin mengenyampingkan peran budaya dalam membahas terjadinya tindakan pelanggaran.
Budayadalam organisasi mencakupnilai-nilaiorganisasi, visi, norma, bahasakerja, sistem, simbol, keyakinandan kebiasaan. Hal itu juga menjadi asumsi dan pola perilaku kolektif yang dipelajari anggota organisasi dalam cara mempersepsi, dan bahkan berpikirdan merasa (Ravasi & Schultz, 2006).
Dapat dikatakan budaya organisasi mempengaruhi cara orang dan kelompok berinteraksi satu sama lain, baik dengan klien, maupundengan para pemangku kepentingan lainnya.
Persepsi terhadap iklim keselamatan dibentuk oleh “kebijakan dan tindakan prosedural manajemen puncak dan tindakan pengawasan supervisor di garis depan” dan persepsi ini selanjutnya yang memandu perilaku.
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara iklim keselamatan dan tindakan tidak aman dalam bentuk pelanggaran. Secara teoritis, iklim keselamatan dapat memprediksi pelanggaran.
Hubungan yang signifikan antara iklim keselamatan dengan pelanggaran menunjukkan tindakan manajemen yang buruk dapat mengakibatkan penerbang sebagai individu percaya bahwa manajemen membenarkan perilaku pelanggaran.
Dari sudut pandang ini terlihat bahwa pelanggaran sangat rentan dari pengaruh manajemen karena banyak penyebab pelanggaran yang terjadi, sering tidak disadari, sebenarnya karena manajemen itu sendiri (Mason, 1997).
Dimensi dan IndikatorIklim Keselamatan Penerbangan.
Penjelasan selanjutnya, dimensi apa saja yang membangun atau termasuk dalam iklim keselamatan. Banyak studi di bidang keselamatan lebih memfokuskan pada metodologi dan isu-isu pengukuran iklim keselamatan, termasuk struktur faktorialdari skala pengukuran dan validitas prediktif terhadap keselamatan.
Dimensi dari konstruk iklim keselamatan dapat dikatakan masih kontroversial. Beberapa peneliti berpendapat sebagai variabel laten, iklim keselamatan bersifat unidimensi, sementara peneliti lainnya mengklaim bahwa iklim keselamatan bersifat multi dimensi.
Dalam silang pendapat ini, sebagai variabel latenlebih tepat bila iklim keselamatan diasumsikan sebagai variabel multi dimensi. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa sejumlah besar dimensi telah diidentifikasi dalam berbagai studi iklim keselamatan.
Dilihat dari variasi dimensi yang digunakan dalam penelitian iklim keselamatan memang sangat bervariasi.
Umumnya variasi dimensi ini berhubungan dengan tugas kerja atau lingkungan (misalnya, tingkat risiko), sikap manajemen dan tindakan (misalnya, komitmen manajemen terhadap keselamatan), sistem manajemen keselamatan (misalnya, pelatihan), dan tanggung jawab serta keterlibatan individu.
Secara lebih rinci khususnya di lingkungan penerbangan, hal ini diulas pada bagian berikut.
Penelitian Iklim Keselamatan Penerbangan.
Berbagai hasil penelitian terhadap dimensi-dimensi sebagai faktor yang membangun variabel iklim keselamatan di lingkungan penerbangan cukup bervariasi. Beberapa dimensi tersebut antara lain:
Komitmen manajemen terhadap keselamatan penerbangan.
Sejak 1980,sebagian besar penelitian tentang skala iklim keselamatan berhubungan dengan dimensi management safety commitment atau komitmen manajemen terhadap keselamatan.
Manajemen puncak (top management) dalam organisasi berperan penting untuk mempromosikan keselamatan. Persepsi komitmen manajemen terhadap keselamatan diamati sebagai sumber daya yang mendukung pengembangan dan pelaksanaan keselamatan.
Manajemen dianggap menempatkan keselamatan pada prioritas tinggi, dan bertindak efektif terhadap isu-isu keselamatan. Salah satu temuan penelitian paling konsisten melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki program keselamatanyang berhasil, ternyata memiliki komitmen manajemen yang kuat terhadap keselamatan.
Penelitian Smith dan Cohen(1975), mengkapkan bahwa perusahaan dengan tingkat kecelakaan rendah, memiliki manajemen puncak yang secara rutin terlibat dalam kegiatan keselamatan.
Sebaliknya, secara mencolok, komitmen tersebut tidak terdapat pada perusahaan-perusahaan dengan tingkat kecelakaan yang tinggi.
Pelatihan (training).
Dimensi lainnya yang juga cukup sering dimasukan dalam penelitian iklim keselamatan adalah persepsi terhadap pelatihan. Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan mendeteksi dan mengidentifikasi bahaya (hazard).
Persepsi positif dalam dimensi ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat keselamatan. Persepsi seseorang tentang pentingnya pelatihan keselamatan adalah dimensi iklim keselamatan yang penting untuk memprediksi perilaku keselamatan.
Komunikasi.
Di industri penerbangan dimensi komunikasi merupakan dimensi yang cukup penting mengingat operasionalisasi organisasinya melibatkan kelompok profesi dan pekerjaan yang bervariasi.
Ada tim air traffic control atau pengendali lalu lintas udara, tim teknik pemeliharaan, awakkabin, penerbang/pilot, dan bagian dispatch atau pemberangkatan. Umumnya kelompok-kelompok profesi tersebut bekerja tidak dalam lokasi yang sama.
Komunikasi dalam konteks keselamatan mungkin merupakan sebuah tantangan besar di industri penerbangan dibandingkan dengan organisasi industri lainnya. Ada tantangan dalam berkomunikasi di mana personil mungkin saja tidak memiliki kapasitas atau akses untuk berkomunikasi secara langsung, sebagai implikasinya sering diperlukan kemampuan berinteraks isecara informal dan spontan.
Komunikasi yang terbuka dan frekuensi kontak yang cukup antar personil (termasuk penerbang) dengan manajemen dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
Tekanan kerja (work pressure).
Persepsi terhadap tekanan kerja mencakup beban kerja yang berlebihan, tuntutan kecepatan kerja, dan tekanan waktu serta tekanan untuk memilih antara menyelesaikan misi/tugas dan keselamatan.
Tampaknya faktor-faktor ini menjadi hal cukup penting sebagai penyebab kecelakaan maupun perilaku kerja yang tidak aman. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bekerja lebih dari 70 jam per minggu meningkatkan secara signifikan risiko kecelakaan kerja dibandingkan dengan bekerja tidak lebih dari 50 jam per minggu.
Tekanan waktu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja keselamatan. Penelitian tentang dimensi tekanan kerja juga berhubungan dengan tekanan kerja sebagai dampak dari pilihan antara produktivitas atau penyelesaian misi vs keselamatan bagi penerbang.
Dalam menghadapi dua pilihan dua ini, sering penerbang mengalami konflik apakah mendahulukan produktivitas, efisiensi, tugas dan misi atau lebih memperioritaskan keselamatan.
Peraturan dan prosedur keselamatan (safety rule and procedures).
Persepsi terhadap peraturan dan prosedur keselamatan merupakan salah satu dimensi yang paling sering di ulas dalam penelitian iklim keselamatan.
Dimensi ini mencakup persepsi terhadap peraturan, sikap terhadap aturan dan kepatuhan, serta pelanggaran prosedur, termasuk di dalamnya sistem pelaporan, aturan dan prosedur, serta sistem keselamatan.
Secara umum dapat digambarkan bahwa iklim keselamatan merupakan persepsi individu terhadap kebijakan, prosedur dan tindakan yang berhubungan dengan keselamatan di tempat kerja.
Norma kelompok (group norms).
Dimensi ini cukup menarik untuk diteliti, terutama karena dimensi ini berhubungan dengan norma subjektif yang melibatkan individu sebagai anggota suatu kelompok kerja.
Norma yang dikembangkan oleh kelompok kerja cenderung mempengaruhi perilaku personil atau karyawan yang merasa sebagai anggota atau bagian dari kelompok tersebut.
Dalam level kelompok, beberapa penelitian menunjukan bahwa norma kelompok perannya cukup besar dalam mempengaruhi perilaku keselamatan. Norma subjektif atau norma kelompok tentang keselamatan, perceived control atau kontrol yang dipersepsikan individu kerap dilihat sebagai tekanan di tempat kerja untuk tidak melakukan pelanggaran.
Dari sudut pandang ini, perceived behavioral control dapat diasosiasikan sebagai intensi untuk mencegah pelanggaran aturan atau prosedur, sehingga dimensi ini dapat dijadikan prediktor penting dalam mengulas perilaku pelanggaran.
Peralatan dan pemeliharaan (equipment and maintenance).
Dimensi ini berhubungan dengan persepsi individu terhadap peralatan dan pemeliharaan pesawat. Beberapa faktor yang terkait dengan dimensi ini, misalnya apakah pelaksanaan pemeliharaan pesawat sudah sesuai standar, atau apakah mesin dan peralatan diganti sesuai jadwal yang dipersyaratkan.
Persepsi negatif terhadap peralatan dan pemeliharaan pesawat dipercaya akan mempengaruhi kinerja penerbang. Penerbang bisa menjadi sulit untuk dapat meyakini dukungan sistem termasuk semua prosedur yang dieterapkan bila ia menghadapi situasi-situasi kedaruratan.
Kompetensi atasan/pengawas (supervisor competence).
Dimensi ini tidak selalu menjadi bagian dari iklim keselamatan, namun sebenarnya dimensi ini cukup penting karena supervisor yang kompeten adalah petugas yang memiliki peran penting dalam upaya pencegahan kecelakaan.
Fungsi supervisor yang diemban oleh chief pilot (pimpinan penerbang) cukup besar perannya dalam mendukung keselamatan dan mencegah kecelakaan.
Sebagai supervisor, seorang chief pilot harus memiliki pengetahuan dan kemampuan yang komprehensif, memahami peraturan yang mutakhir (up-to-date) tentang keselamatan dan prosedur, bertindak dan menerapkan peraturan secara konsisten serta penting bagi keunggulan dalam keselamatan (Wings of Compassion, http://www.wingsofcompassion.com/Pilot_files/WOCJob Description.pdf).
Dari aspek keselamatan, dimensi kompetensi supervisor mencakup sejauh mana iadapat menempatkan aspek keselamatan pada prioritas utama, memiliki perhatian dan tanggap terhadap keselamatan, serta memberikan dukungan dan dorongan bagi para penerbang di bawah supervisinya untuk mematuhi prosedur keselamatan dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan keselamatan.
Berbagai dimensi yang telah diulas di atas menggambarkan adanya variasi yang luas dari dimensidalam penelitian iklim keselamatan.
Manfaat Pengukuran Iklim Keselamaan dalam Mendukung Keselamatan Penerbangan.
Pengukuran iklim keselamatan dapat memberikan informasi tentang masalah keselamatan sebelum faktor-faktor yang dicurigai di lingkungan kerja dapat berkembang menjadi kecelakaan dan cedera.
Selain itu, melalui survei iklim keselamatan, peningkatan upaya-upaya keselamatan dapat lebih fokus pada area yang bermasalah dan sekaligus dapat meningkatkan fungsi lain dari perusahaan (termasuk produktivitas).
Dapat dikatakan bahwa survei iklim keselamatan dapat menjadi alat yang berharga untuk mengidentifikasi kecenderungan kinerja keselamatan.
Manfaat lainnya, dibandingkan dengan cara lain dalam upaya pencegahan kecelakaan seperti audit keselamatan, survei iklim keselamatan dapat menekan hilangnya waktu dan biaya perusahaan (meskipun survei iklim keselamatan tidak dapat menggantikan alat diagnostik dan kegiatan safety lainnya).
Tetapi yang paling penting, beberapa laporan penelitian telah mengungkapkan bukti bahwa iklim keselamatan berhubungan erat dengan praktik-praktik keselamatan, kecelakaan dan perilaku aman.
Tak dapat disangkal bahwa iklim keselamatan merupakan indikator penting terkait dengan kinerja keselamatan.
Ditulis Oleh: Widura Imam Mustopo
Ketua HIMPSI Jaya