DOING IT WITH GUT. Pagi-pagi mau mulai kerja males banget. Udaranya bagus, angin sejuk berhembus sepoi-sepoi, bikin males untuk beraktivitas. Akhirnya, nonton NCIS aja lah (salah satu filem seri di jaringan tv Fox). NCIS (Naval Criminal Investigation Service) adalah suatu badan investigasi tindak kriminal di lingkungan Angkatan Laut Amerika Serikat.
Episode kali ini menceritakan tentang seorang Marinir yang tewas setelah menyelamatkan nyawa 2 Marinir lainnya di Irak. Sehingga Secnav (Kementerian AL AS) berkenan untuk menganugerahkannya medali Silver Star. Salah satu medali kehormatan tertinggi di lingkungan militer AS.
Namun sebelum jenazahnya dimakamkan, NCIS menghadapi suatu kasus pembunuhan terhadap Nora Webbs. Pembunuhan yang terjadi 2 tahun sebelumnya yang terkait dengan bintara Dobbs, Marinir yang tewas tersebut.
Masyarakat dan polisi meyakini bahwa Dobbs lah yang membunuh Webbs, yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri, sebelum ia bertugas ke Irak. Kasus ini membuat Secnav berniat untuk membatalkan penganugerahan Silver Star kepada Dobbs.
NCIS, khususnya Gibbs – pimpinan NCIS tidak demikian saja percaya Dobbs membunuh Webbs karena 2 hal.
Pertama, informasi dari rekan-rekan Dobbs yang menyaksikan tindakan kepahlawanannya ketika menyelamatkan 2 Marinir di medan pertempuran tanpa memikirkan nyawanya sendiri.
Kedua, firasat (gut) Gibbs yang menyatakan Dobbs tidak bersalah, ‘he saved lives, never heard he took lives’.
Disamping itu sebagai bekas Marinir, integritas Gibbs terhadap USMC (US Marine Corp /Korps Marinir AL AS) membuatnya sulit untuk menerima pembatalan gelar kepahlawanan terhadap seorang Marinir yang telah berjasa dan mengorbankan nyawanya.
Secnav memberikan waktu hanya 1 x 24 jam untuk membuktikan bersalah atau tidaknya Dobbs, terkait dengan pemberian medali tersebut.
Yah, namanya film, di akhir film Gibbs dan tim dapat membuktikan bahwa Dobbs tidak bersalah dan berhak atas Silver Star.
Moral of the story ini adalah, apapun yang kita lakukan, jika didasari atas keyakinan yang kuat pasti akan memberikan hasil yang baik, atau bahkan terbaik.
DOING IT WITH GUT
Masalahnya, keyakinan, firasat, atau instink adalah sesuatu yang tidak mudah diperoleh. Bahkan sering dikacaukan dengan nafsu atau emosi atau ego.
Kadang-kadang ketika kita merasa yakin akan sesuatu, atau merasa punya firasat atau instink mengenai sesuatu secara tidak sadar kita sebenarnya sedang menampilkan nafsu atau emosi terhadap sesuatu tersebut.
Diperlukan kesediaan kita untuk memenjarakan nafsu dan emosi. Kita juga perlu melepaskan ikatan-ikatan terhadap hati nurani, kerelaan dan kepasrahan terhadap Penguasa tertinggi semesta ini agar memperoleh keyakinan atau firasat.
Gut oleh karena itu tidak terkait langsung dengan sesuatu yang bersifat fisikal atau organik, namun adalah suatu yang spiritual sifatnya.
Sayangnya tidak banyak dari kita yang dapat membedakan kedua hal ini, termasuk saya.
Yang juga menarik, gut tidak bergantung pada banyak atau sedikitnya data dan informasi yang dimiliki. Malah semakin banyak informasi yang diserap bisa jadi menumpulkan gut seseorang karena ia menjadi begitu bergantung pada data atau informasi tersebut.
Gut & Heart
Kita sering mendengar orang mengatakan, ‘do it with heart’.
Sayangnya kalimat indah ini diucapkan hanya sebagai lip service, cliche, atau kemasan. Belakangan saya menemukan orang yang acapkali mengutarakan kalimat itu malah bertindak sebaliknya. Artinya, bisa jadi orang tersebut belum bisa memenjarakan nafsu, emosi atau egonya.
Nafsu ingin dianggap orang baik, orang yang membela kebenaran, orang yang sungguh-sungguh melayani masyarakat, dst, dst.
Fenomena ini sama dengan orang yang berkali-kali berucap, ‘gue ikhlas, gue ikhlas’, tetapi sebenarnya ybs jauh dari keikhlasan oleh karena keikhlasan adalah tindakan spiritual. Jika makin banyak dibicarakan justru makin menjauh.
Do it with gut dan do it with heart oleh karenanya berada dalam area yang sama yakni spiritual. Yaitu sesuatu yang merupakan dorongan yang bersifat positif, oleh karena dorongan ini berasal dari Tuhan Semesta Alamdi luar diri dan kesadaran kita.
Orang yang bekerja atas dasar gut dan heartter dorong dan bukannya tertarik untuk melakukan sesuatu. Mereka umumnya fokus melakukan sesuatu untuk kebaikan baik bagi orang lain maupun diri sendiri.
Apapun yang mereka kerjakan, dalam pikiran mereka adalah ‘apakah apa yang kerjakan ini bermanfaat atau memberi manfaat optimal bagi orang lain dan diri sendiri ?’
Bahkan setelah selesai mengerjakan sesuatu, mereka tetap tak berhenti bertanya. ‘apakah manfaat yang diberikan kepada orang lain telah cukup memadai ? Apakah saya bisa memberikan manfaat yang lebih baik lagi ? dst, dst.
Gut & heart & blessing
Jika masyarakat ditanya apa tujuan mereka bekerja. Maka jawaban yang umum adalah untuk mencari nafkah (baik untuk keluarga atau diri sendiri).
Jawaban seperti ini seringkali merupakan jawaban yang bersifat lip service, cliche, atau kemasan. Oleh karena ternyata ada sejuta alasan mengapa orang-orang bekerja. Namun apapun itu, bekerja umumnya memiliki tujuan akhir yakni martabat(dignity).
Mengapa ?
Karena tidak ada seorangpun yang dapat hidup nyaman tanpa memiliki martabat. Baik martabat terhadap manusia maupun terhadap Tuhan maupun manusia. Karena itulah yang membedakan kita dari mahluk lain.
Namun sayangnya, seringkali terjadi upaya pencapaian martabat tersebut dilakukan justru melalui proses tanpa martabat. Disinilah perlunya seseorang memiliki gut & heart, oleh karena keduanya akan menuntun kita memperoleh martabat melalui proses yang bermartabat pula.
Jika kita bekerja jujur namun tujuannya untuk dipuji orang lain, maka itu tidak dapat dikatakan sebagai proses bermartabat.
Namun jika bekerja jujur oleh karena ada dorongan jujur dari dalam diri tanpa mempedulikan apakah orang lain memperhatikan atau tidak. Maka itulah yang disebut sebagai proses yang bermartabat.
Martabat yang diperoleh melalui proses bermartabat ini dikatakan sebagai blessing atau berkah (barokah). Berkah diartikan sebagai hadiah atau perolehan yang tidak ditentukan atau ditargetkan oleh manusia. Namun datang dari kehendak dan wewenang Yang Maha Kuasa.
Bagaimana kita mendapatkan blessing ?
Ketika akan mengerjakan sesuatu nyatakanlah harapan-harapan kita mengenai hasil yang akan diperoleh. Jangan menetapkan seperti apa harapan yang diinginkan tersebut.
Bahasa yang umum mengenai hal ini contohnya,
‘Saya ingin mendapatkan rejeki dari apa yang saya kerjakan. Namun berapa dan seperti apa rejeki yang saya akan peroleh sepenuhnya bergantung kepada belas kasihan Tuhan kepada saya’.
Jangan pernah mematok rejeki yang diperoleh harus dapat berapa. Oleh karena itu berarti mengkerdilkan berkah dari Tuhan yang tak ada batasnya.
Jadi apa sebaiknya yang harus lakukan ?
- Tanamkan keyakinan sedalam-dalamnya mengenai apa yang akan/sedang kita kerjakan,
- kembangkan instink apakah pekerjaan ini akan berhasil atau tidak,
- jalankan proses pekerjaan sambil terus memikirkan apakah yang saya kerjakan sudah baik atau sudah yang terbaik,
- apakah apa yang saya kerjakan benar-benar memberikan manfaat bagi orang lain secara optimal,
- jika kita merasakan ada kekurangan atau kesalahan berupayalah sungguh-sungguh untuk mengatasinya,
- jika pekerjaan kita sudah selesai bertanyalah kepada diri sendiri apakah yang kita berikan ini sudah cukup memadai bagi orang lain? Atau apakah masih dapat diupayakan lebih baik lagi?
- jangan pikirkan berapa banyak yang akan saya hasilkan.
Bila seluruh proses ini kita jalankan dengan penuh kerelaan, dipastikan keberkahan akan muncul, bahkan seringkali lebih dari yang kita harapkan.
Selamat beraktivitas.Semoga memperoleh hasil yang terbaik.
PsyLine.id Psikologi Online Indonesia.