Kita Semua Terjangkit Penyakit Mental. Sang Buddha Gautama mengatakan bahwa ada 5 penyakit mental yang selalu diderita oleh manusia yakni : Ketamakan (greed), Kedengkian (malice), Kebodohan (stupidity/ignorance), kesombongan (arrogance), dan keraguan (doubt).
Kita Semua Terjangkit Penyakit Mental
Ketamakan :
- Emosi/perasaan tidak pernah cukup akan sesuatu yang dimiliki
- Cinta yang berlebihan terhadap hal-hal duniawi
Kedengkian :
- Emosi/perasaan khawatir akan kekurangan diri dibandingkan dengan orang lain
- Susah melihat orang lain senang, senang melihat orang lain susah
Kebodohan :
- Emosi/perasaan tidak peduli mengenai dampak perilakunya terhadap baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya (manusia/binatang/alam)
- Tidak mau tahu/tidak berupaya tahu terhadap konsekuensi perilakunya pada alam semesta
Kesombongan :
- Emosi/perasaan merasa lebih dari orang/mahluk lain
- Keinginan untuk menunjukkan diri dan kelebihannya kepada orang lain
Keraguan :
- Emosi/perasaan khawatir tindakannya akan merugikan orang lain dan diri sendiri
- Ketakutan untuk mengambil tanggung jawab serta menghadapi risikonya
Kelima hal ini didasari oleh sifat-sifat buruk yang secara alamiah dimiliki oleh manusia, yakni antara lain :
- Egosentris/self-centered
- Kebutuhan survival (bertahan hidup)
- Kekhawatiran akan ketidakjelasan/ketidakpastian (uncertainty)
Sifat egosentris adalah sifat buruk yang utama karena mendasari ke 5 penyakit mental di atas. Tidak ada manusia yang tidak memiliki sifat egosentris, oleh karena sampai derajat tertentu sifat ini dibutuhkan untuk membentuk jati diri (self concept) seseorang, namun kebanyakan manusia sulit untuk mengendalikannya, terutama bila nilai-nilai moral yang membentenginya sangat tipis.
Sifat atau dorongan untuk bertahan hidup memang sudah terberi sejak lahir, namun umumnya setelah mampu bertahan manusia tidak berhenti begitu saja. Dorongan bertahan hidup ini lantas berubah menjadi dorongan mengamankan hidup. Sekali lagi, bila tidak dibentengi oleh nilai moral yang kuat orang akan mudah tergelincir.
Sifat khawatir akan ketidakpastian sampai tahap tertentu perlu dimiliki setiap orang oleh karena sifat dunia yang fana ini antara lain adalah uncertainty. Tidak satupun yang sedemikian jelas dan pasti sehingga manusia dapat dengan mudah menetapkan pilihan-pilihannya dalam hidup. Diperlukan keberanian yang besar untuk bisa mengatasi situasi ini.
Bagaimana mengatasi penyakit-penyakit tersebut ?
Tanpa bermaksud untuk pesimis dapat dikatakan upaya mengatasinya akan sangat sulit. Oleh karena hal ini berarti mengubah karakter dasar yang seringkali sudah terberi sejak lahir.
Beberapa ahli spiritual mengatakan bahwa penyakit tersebut dapat diatasi jika kita mampu mengubah cara berpikir dan cara pandang kita (mindset/paradigm). Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, oleh karena derajat penyakit mental berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya. Bagi orang-orang yang mengalaminya tidak terlalu parah mungkin perubahan paradigma dapat diterapkan, namun jika telah parah tidak cukup hanya itu. Dalam kondisi ini manusia akan membutuhkan ‘uluran tangan’ dari Sang Pencipta semesta alam untuk mengubah dirinya.
Akan tetapi hal ini bukan berarti manusia hanya menunggu uluran tangan tersebut, karena jika demikian dijamin tidak akan menghasilkan perubahan apa-apa, bahkan sebaliknya dapat memperparah penyakit mental yang dialami.
Jadi bagaimana seharusnya ?
Dalam Al Qur’an dikatakan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib manusia atau suatu bangsa apabila manusianya sendiri tidak berupaya untuk mengubahnya (QS. Ar Ra’ad 13:11). Artinya, tidak akan ada uluran tangan dari Atas apabila manusia sendiri tidak mengulurkan tangannya ke Atas. Mengulurkan tangan ke Atas disini tidak dimaksudkan hanya dengan berdoa secara lahiriah, namun berdoa secara batiniah. Tidak akan ada gunanya mulut kita sibuk komat kamit namun hati bungkam. Menangis sesenggukan dalam berdoa namun hati sibuk menghitung-hitung pahala dan dosa.
Kunci yang utama adalah menguatkan dan memperbarui niat. Mari kita bertanya pada diri sendiri, seberapa kuat niat kita untuk berubah dan terbebas dari penyakit mental tersebut ? Identifikasikanlah faktor-faktor yang menghambat niat tersebut, lalu niatkan untuk menghilangkan satu per satu hambatan tersebut sampai akhirnya kita merasa niat kuat kita untuk berubah tidak tergoyahkan. Caranya, renungkanlah dalam-dalam pemahaman mengenai 5 penyakit mental lalu bertanyalah pada diri sendiri separah apa kita mengalami penyakit-penyakit tersebut.
Apabila kondisi tersebut telah terpenuhi, maka dengan sendirinya akan tercipta “tali cahaya” antara diri kita dengan alam semesta, atau lebih khusus lagi antara niat kuat kita dengan kehendak Ilahi terhadap diri kita, sebagaimana terhubungnya frekuensi antara 2 pemancar radio. Indikator telah terhubungnya frekuensi itu antara lain :
- Kita merasa nyaman dengan diri dan keadaan diri kita
- Hilang/berkurangnya kekhawatiran terhadap masa depan hidup kita
- Apapun tindakan kita akan selalu mendapatkan ‘pengawalan’ dari semesta alam. Bila tindakan kita benar, kebenaran tersebut akan dirasakan manfaatnya baik oleh diri kita maupun orang lain. Bila tindakan kita salah, semesta alam akan mengoreksi tindakan kita baik kita sadari atau tidak serta mudah dimaafkan oleh orang lain.
- Datangnya rejeki dari segala penjuru tanpa kita duga dan kita harapkan sebelumnya. Yang dimaksud rejeki disini tentu saja bukan hanya kesejahteraan, tetapi juga keselamatan, keamanan, dan kesehatan.
Saya merasa juga masih terhinggap 5 penyakit mental tersebut, dan sedang berupaya mengatasinya. Oleh karena itu mari kita sama-sama belajar untuk terbebas darinya demi untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua mahluk hidup berbahagia
Shalom
Wassalaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barokaatuh.
PsyLine.id Psikologi Online Indonesia.