Buntje memberikan alasan mengapa Jung yang harus dipilih dalam bukunya kali ini dalam perpersktif psikologinya, Ia beraasan bahwa dirinya menyukai Jung karena Jung memilihnya. “Itu yang pertama, dan yang kedua Jung adalah psikolog atau psikiater ilmuan orang barat yang berfikir timur” ujarnya usai peluncuran bukunya di kantor Himpsi Jaya.
Dalam proses kreatifnya, meski Buntje merupakan seorang psikolog, Buntje pun banyak berdiskusi dengan seniman disamping para psikolog dan editornya. “Jadi untuk menjaga saya pakai proof readers (pembaca), orang psikologi, kemudian ada orang yang dari seniman, jadi mereka ikut bertanggung jawab pada buku ini.” tutur pria yang hobi menonton film.
Proses kreatif Buntje pun tidak mulus begitu saja dalam penyusunan buku terbarunya itu. Kendala yang dihadapinya yakni terbatasnya bahan buku soal Jung yang berbahasa Indonesia. Kedua, terbatasnya pengetahuan yang di dapat waktu kuliah. Ketiga, kesulitan dalam mencari teman diskusi.
“Itu prosesnya. Kemudian yang penting adalah keyakinan bahwa ini adalah bermanfaat, itu nomer satu yang mendorong saya. Bahwa kita sudah banyak aplikasi psikologi di dunia nyata, masyarakat jg sudah menikmati ya psikotes, streaming dan sebagainya. Tetapi itu semua kan praktek terapan, itu ada mata airnya. jika ibarat sungai, itu sungai yang diminum oleh masyarakat banyak tetapi ada mata airnya, kalau mata airnya tidak dilihat, di periksa dan di tinjau sekali-kali, maka kita tidak akan tau ini terkontaminasi atau tidak jadi bisa jadi nyasar kan. Jadi kita kan perlu mata air. Kesulitannya adalah ya itu tadi terbatasnya alat bahan,” paparnya.
Mengangkat Jung dalam buku terbarunya, Buntje mengatakan ada dua tujuan dalam penerbitan bukunya itu, pertama memperkenalkan Jung, karena Jung banyak gunanya baik seniman, spiritual di di dalam diri kita, psikiater, karena Jung sudah jadi pengetahuan umum. “Yang kedua, itu adalah harapan saya, harapannya buku ini bisa menginspirasi orang untuk membuat buku lagi atau penelitian lanjutan,” ucap laki-laki berambut gondrong dan berkacamata bundar ini.
Buntje menambahkan mengapa bukunya ini patut untuk dibaca. “Kalo kamu seniman kamu akan pede bahwa dengan saya bikin cerita tentang superhero saya cerita tentang ibu, cerita tentang perjuangan seseorang, itu ada teorinya, itu untuk seniman. Untuk psikolog maka itu membuat dia menjadi mempunyai alat baru untuk melakukan jasanya kepada masyarakat,” jelasnya.